Minggu, 04 Oktober 2015

KEPAKKAN SAYAP

Lemah gemulainya gerakan tangan dari empat penari di musim panas ini membuat aku tergiur untuk mempelajarinya. Itulah awal mula alasanku untuk bergabung dengan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tari Tradisional. Ternyata di dalam pilihanku ini, kutemukan dua sahabat inspiratif. Tuti dan Tiara. Kami bertiga dijuluki Ti-Three, karena dari nama kami mengandung unsur “Ti”. Tiska, Tuti dan Tiara. Pertama memang minder, melihat Tuti dan Tiara yang sudah memiliki background dalam dunia tari tradisional. Tak disangka chemistry kami begitu besar, walaupun berasal dari minat program studi yang berbeda. Tuti, temanku dari jurusan ilmu komunikasi, seorang purna paskibra kota. Dia bertubuh tinggi langsing, cantik dan pandai menari. Tuti belajar menari sejak kelas 1 SMA karena syarat penampilan bakat ketika seleksi calon paskibraka. Dengan ketekunannya, dia lanjutkan proses latihan menari di sekolahnya. Hingga kini bekal dan pengetahuannya dalam dunia tari sudah cukup banyak. Sedangkan Tiara dari jurusan gizi, dia tidak berasal dari keluarga seniman. Tapi karena perhatian dari orang tuanya, sejak kecil bakat Tiara sudah diasah. Tiara diarahkan untuk latihan menari sejak SD. Aku menilai diriku adalah lain dari yang lain. Hanya memiliki modal minat dan tertarik untuk gabung dengan kegiatan tari. Sebelumnya aku pernah menari, ketika pentas perpisahan TK. Aku tidak menyadari bahwa aku memiliki bakat menari yang lumayan. Sedangan selama ini aku hanya suka membaca komik dan menggambar anime saja. Latihan tari yang diberikan, ternyata tidak membuatku kesusahan. Kata para senior, progressku baik. Jam terbang menariku semakin padat. Seiring dengan berjalannya waktu, aku dan kedua temanku sering mengisi acara kemana – mana. Kami dipandang hebat oleh senior. Predikat itu membanggakan nama Ti-Three. Bagaimana tidak, Ti-Three sering mendominasi panggilan pementasan atas nama UKM selama tiga generasi. Sayangnya banyak pula penari di universitasku. Sehingga penari seperti aku tidak ada apa – apanya di luar sana. Hingga pada suatu hari, kudapati kedua temanku yang memilih jalannya masing – masing. Dua tahun lamanya bersahabat, ternyata diam – diam kedua temanku mundur teratur dari UKM Tari Tradisional. Tuti yang berkutat dengan ilmu komunikasi mulai mengepakkan sayapnya di dunia jurnalistik. Dan Tiara, ingin mencoba hal baru dengan mengikuti seleksi misi budaya ke luar negeri yang diadakan oleh fakultasnya. Menjadi sesepuh di dalam organisasi, menurutku itu adalah dilema hati yang paling tinggi. Aku satu dari tiga temanku yang masih bertahan. Tuti dan Tiara mulai hilang dari orbit. Aku tak pernah sepanggung lagi dengan mereka. Tuti sukses dengan dunia jurnalistiknya. Meskipun aku tahu, di luar sana Tuti masih melanggengkan latihan tari. Orientasinya telah berbeda, dia mengambil kesempatan pentas untuk dirinya sendiri. Sering aku bertanya padanya, mengapa dia jarang datang ke UKM Tari Tradisional. Tugas kuliah selalu menjadi kambing hitamnya. Aku tidak mengerti lagi, apa bedanya sikap egoisme pada diri dan upaya untuk bersolo karier. Tiara, lolos seleksi untuk mengikuti misi budaya ke luar negeri, Perancis. Proses yang panjang perlu dia hadapi untuk sebuah penampilan yang terbaik. Tiara tak pernah muncul lagi di masa lalunya, yaitu UKM Tari Tradisional. Kelompok penari yang hanya level provinsi ini mungkin sudah tak dianggapnya lagi. Impianya untuk go international terwujud. Terkurung dalam sangkar, Ti-Three meninggalkanku sendirian. Aku yang tersisa disini, di kelompok tari ini. Walaupun aku sering menari, melanggengkan bakatku. Tetap saja ini tidak bisa menggantikan rasa kecewaku kepada dua sahabat. Kecewa, tapi merindu. Perasaan ini sungguh mengaduk – aduk hatiku. Aku ditinggalkan dengan tanpa inovasi baru. Rutinitas mendapat panggilan tari dari acara ke acara. Tiada perkembangan. Lomba yang beberapa kali aku hadapi, belum bisa membesarkan namaku. Sesekali kulihat lagi foto kami bertiga, Ti-Three. Sahabat macam apa kau. Kalian egois. Meninggalkanku sendirian. Tuti, namamu sering muncul di koran. Fotomu yang sering touring jurnalistik sudah tersebar seantero jagad. Tiara, senang ya sekarang sudah mencicipi makanan luar negeri. Foto selfiemu di depan menara Eifel sudah diketahui dunia. Hatiku bergejolak. Protes atas persahabatan Ti-Three. Hampir saja kusobek foto kami bertiga. Tiba – tiba ada suara berbisik, seperti percakapan mereka berdua. “Jangan! Jangan pernah sobek foto kita!” suara Tuti. “Aku tidak egois, aku hanya ingin mencari yang lebih baik lagi. Ketika aku sudah bisa menilai bahwa di UKM kita sudah sukses.” bisikan suara Tiara. Kuurungkan niat untuk menyobek foto itu. Berkali – kali ketika aku ingin mereka kembali, alasan demi alasan yang sesungguhnya logis, tak pernah kuterima. Malam ini, diantara kertas – kertas sketsa anime kesayanganku, kurenungkan isi hatiku. Benar, Tiara pasti akan selalu meningkatkan kualitas hidupnya. Menambah pengalamannya. Tuti pun. Dia pasti lebih suka bersolo karir dalam menari, dan menjadi jurnalis memang impiannya. Lalu, mimpi apakah yang aku punya? Jam menunjukkan pukul 02.32 dini hari. Aku masih terbawa emosi, memikirkan apa yang akan aku perjuangkan. Persahabatan yang tinggal kenangankah? Berkali ku berpikir, Tuti hanya dengan menulis dan menari dia tampak menikmati sukses. Tiara, akan mendapatkan pengalaman baru, banyak cerita setelah memijakkan kakinya di luar negeri. Haruskah aku menyontek salah satu cara di antara mereka? Ternyata akalku masih berada di jalan yang buntu. Kuputuskan untuk tidur saja. Walaupun mata sulit dipejamkan. Berusaha tidur, untuk mendapatkan mimpi menemukan jalan lain nikmati hidup. Tidur membawaku untuk bermimpi menuju ke negri sebrang. Mimpi bercerita, aku bahagia mengambil foto di negri seribu danau, Finlandia. Mimpi ini semacam rekreaksi yang tak pernah aku duga. Kunikmati mimpi malam ini, cause my sleep my adventure. Aku puas mendapatkan mimpi itu. Seperti pertanda bahwa aku harus meniti karir untuk bisa menginjakkan kaki ke belahan dunia yang lain. Inilah saatnya burung kecil mencoba kepakkan sayap. Kupilih negeri seribu danau sebagai destinasiku. Aku ingin mewujudkan mimpi menuju kesana. Jarum jam dinding tak pernah berjalan mundur. Namun akalku berhenti ketika memikirkan, dengan cara apa aku bisa pergi kesana. Aku pesimis dengan tim tariku yang terdiri dari perempuan – perempuan rumahan. Aku tak bisa jika bersolo karir menampilkan seni, harus ada agen yang mewadahi. Sekali lagi kuputar otakku, setiap saat selalu memikirkan bagaimana cara burung kecil ini harus kepakkan sayap. Tabunganpun tak punya. Menyontek orang tidaklah mudah. Banyak penari yang sudah mulai mengepakkan sayap ke luar negeri. Banyak penelitian yang bisa membawa mahasiswa ke luar negeri. Tapi melakukan penelitian bukan bidangku. Aku akan kesusahan bila memulainya dari nol. “Tis, ikutan ini yuk. Lomba membuat kerajinan tangan dari rotan.” Kak Maya mengajakku. Ada lomba desain kerajinan tangan dari rotan. Aku belum pernah membuat hasta karya dari bahan tersebut. Sedikit bimbang memilih antara maju atau tidak. Kak Maya memfasilitasi rotan, aku tinggal mencurahkan kreativitasku untuk membentuk suatu karya. Ini adalah lomba kerajinan pertama yang pernah aku ikuti. Lumayan, tingkat nasional. Akhirnya aku merintis karir untuk mengepakkan sayap dalam ajang tingkat nasional. Aku mulai membuat pola, karya apa yang pantas aku tandingkan. Tujuanku memang menjadi juara, agar aku punya prestasi yang diakui. Akhirnya setelah kulihat situasi disekitar, mataku tertuju pada lampu yang menempel di ternit. Dia begitu kesepian, kehadirannya sangat dibutuhkan, tapi dia hanya bersinar seorang diri. Lampu itu seolah pertanda, apa yang akan kubuat. Ya, aku membuat hiasan rumah lampu. Foto hasta karya dan kelengkapan berkas dari aku dan Kak Maya sudah dikirim. Aku senang, bisa mengikuti kompetisi. Menurutku hanya kaum minoritas yang tertarik untuk mengikuti kompetisi hasta karya ini. Tapi ternyata setelah aku lihat pendaftarnya, sangat banyak. Cukup membuatku kembali pesimis. Seminggu berlalu dengan penuh sketsa gambar yang aku sukai. Terkadang aku membuat sketsa di aplikasi komputer. Menyenangkan sekali belajar desain. Sejak adanya kompetisi itu kutemukan apa keinginanku. Ya, passionku adalah membuat desain. Tidak dari menyontek orang lain, aku bersyukur dan terus berkarya. Saatnya pengumuman itu tiba. Diambil 30 besar karya terbaik yang akan dibuat pameran kerajinan tangan. Kulihat dari daftar yang paling bawah. Adakah keberuntungan untukku. Hatiku deg – degan melihat sepuluh nama pertama yang tidak ada namaku. Sepuluh nama kedua membuatku semakin deg – degan, karena karya Kak Maya masuk nominasi. Selajutnya kudapati detak jantung yang sekencang – kencangnya ketika melihat namaku berada di urutan ke tiga. Aku tiga besar dari mahasiswa Indonesia. Rasa syukur itu tak henti terucap. Aku menelfon Kak Maya, menyampaikan kabar gembira ini. Tak kalah bahagianya, ternyata ketiga puluh finalis dan karyanya akan di bawa ke England, untuk dipamerkan di sana. Mimpiku untuk menginjakkan kaki ke luar negeri akhirnya terwujud. Melalui niat dan usaha kerasku membuat hasta karya dengan sepenuh hati. Inilah sayap yang kuciptakan sendiri. Dia yang akan membawaku terbang. Meski England bukan negara yang ada di dalam mimpiku, aku sangat bersyukur dapatkan kesempatan ini.

Senin, 06 Juli 2015

LOMBA MENGHIAS CUPCAKE - NGABUBURIT ANTI MAINSTREAM

Ngabuburit di bulan ramadhan merupakan kegiatan yang menyenangkan. Selain menunggu waktu berbuka puasa dengan cara biasa – biasa saja, ngabuburit ini bisa diisi dengan kegiatan bermanfaat plus mengasyikkan. Misalnya, lomba menghias cupcake. Pada hari Sabtu tanggal 4 Juli 2015 lalu, Muslimah Inspiration Undip (MIU) 2015 mengadakan acara aksi solidarity yang diselenggarakan di Yayasan Panti Asuhan Al Barokah Sumurboto, Tembalang, Semarang. Acara intinya adalah menghias cupcake, yang masih langka diadakan dalam acara serupa. Peserta adalah santri dari yayasan yang terdiri dari 36 anak, dengan usia yang bervariatif, mulai dari TK hingga kelas 1 SMP. Metode pembelajaran ceramah, bagi anak – anak sudah wajar dan tak asing lagi. Maka dari itu, dalam aksi solidarity ini MIU 2015 memilih acara lomba menghias cupcake. Biasanya anak – anak menjadi pengganggu ibunya di dapur. Mereka sering dilarang menjamah dapur karena sang ibu yang khawatir apabila masakan yang disiapkan menjadi berantakan. Dalam acara ini, MIU 2015 mengubah pemikiran itu. MIU 2015 membiarkan supaya anak – anak berkreasi. Kreativitas yang biasanya dituangkan dalam kertas, dengan cara mewarnai gambar, kini kreativitas mereka dialihkan dengan menghias cupcake. Anak – anak nampak antusias dan menghias cupcake miliknya dengan penuh totalitas. Hasil hiasan cupcake dari kelompok yang terbaik, dipilih menjadi juara. Dari 6 kelompok di ambil 2 yang terbaik. Namun, pembagian hadiah tidak hanya untuk pemenang saja, karena banyak donasi yang masuk, MIU menyediakan hadiah bagi kelompok yang tidak juara juga. Selain meghias cupcake, ada juga kuis hafalan surat. Bagi adik – adik yang berani maju dan hafalan surat, maka akan diberi hadiah. Di penghujung waktu berbuka, sekitar sepuluh menit sebelum adzan maghrib, MIU 2015 memberikan sedikit ceramah (kultum). Kultum berisi tentang kisah nabi, bagaimanapun anak – anak perlu mengenal nabi kita beserta riwayatnya. Acara ditutup dengan pemberian santunan kepada anak yatim dan penyerahan kenang – kenangan untuk yayasan. Mbak Mila selaku kakak asuh di panti mewakili Kepala yayasan dalam serah terima santunan tersebut. Setelah melaksanakan buka bersama dan salat maghrib bersama, MIU 2015 berpamitan. MIU 2015, sebagai muslimah inspirator berharap semoga kegiatan ngabuburit dan lomba menghias cupcake ini bisa membuat anak – anak panti bahagia dan terhibur. Aksi solidarity tak harus menyumbangkan banyak donasi, membuat saudara menjadi bahagia itu sudah bagian dari solidaritas kita terhadap sesama. Salam MIU 2015, berprestasi-menginspirasi 

Kamis, 02 Juli 2015

BULAN P(UAS)A, YA IBADAH YA BELAJAR

Apa sih yang identik dengan bulan puasa? Sahur, salat tarawih, buka bersama, tadarus dan lain – lain. Semua ibadah dan amal kebaikan di bulan puasa akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Lantas apakah sudah barang tentu semua orang berbondong – bonding untuk melakukannya? Belum tentu. Ada pula orang yang bermalas – malasan dan berlemas – lemasan ketika puasa. Namun, Allah maha Rahim, pemberi kasih sayang pada makhluknya. Tidurnya orang puasa dihitung sebagai ibadah. Apa yang terjadi jika di bulan puasa ini bertepatan dengan ujian akhir semester (UAS)? Pastinya perlu membagi waktu dengan baik supaya bisa belajar dan beribadah dengan kuantitas yang lebih banyak daripada hari – hari biasa. Mungkin belajar dengan keras akan membuat perut terasa lapar, dan kuantitas tidur berkurang. Eits, inilah istimewanya UAS semester genap tahun 2015 ini, ya UAS ya puasa. Biasanya, ketika sedang ujian, kita selalu menyiapkan tubuh dalam kondisi prima agar ketika mengerjakan ujian tidak ada kendala fisik. Misalnya, sarapan, tidur yang cukup, dan mengondisikan tubuh tidak kecapaian. Tapi ujian ketika puasa Ramadhan, apakah itu menjadi kendala? Seharian harus menahan lapar dan dahaga. Juga menahan segala jenis hawa nafsu, misalnya emosi. Malamnya disunahkan untuk melaksanakan salat tarawih, yang waktunya bersamaan dengan jam belajar sehari – hari. Paginya, jam 3 dini hari harus bangun untuk makan sahur, yang biasanya adalah jam tidur. Apakah itu menjadi alasan untuk totalitas dalam ujian? Semuanya kita awali dengan niat, dan kembalikan lagi kepada Allah. Bulan ramadhan setiap tahun pasti ada. Sedangkan UAS setahun terjadi dua kali. Jika datangnya bertepatan, ini justru menjadi kesempatan kita untuk menjadi seorang yang alim. Biasanya jika uas kita selalu meningkatkan ibadah juga, lebih mendekatkan diri kepada Allah agar diberi kemudahan dalam belajar. Dalam momen bulan ramadhan ini, malah ibadah kita bisa terprogram dengan baik. Bisa salat tahajud dengan rutin karena bersama dengan bangun sahur. Bisa membaca qur’an dengan teratur, karena bila tadarus di bulan ramadhan pahalanya akan dihitung tiap ayat. Bisa shodaqoh jariyah dengan rutin untuk membersihkan harta kita, yaitu infaq ketika berangkat ke masjid. Bisa mendapati pola makan yang teratur, yaitu ketika buka puasa dan sahur. Persoalan belajar bisa dilakukan setelah pulang dari kampus, setelah salat tarawih, dan setelah salat subuh. Tidur tetap bisa dilakukan di malam hari sebelum sahur, dan sejenak di siang hari untuk merefresh pikiran. Jika menganggap puasa adalah hal yang berat ketika uas, maka salat tarawih pun akan enggan, karena memilih belajar. Tadaruspun akan berkurang karena ingin membaca materi saja. Dan tidur malam tidak teratur, karena biasa begadang hingga pagi, sementara pagi malah tidur. Sungguh merugikan jika itu terjadi. Untuk itu, mending lakukan saja hal – hal yang sewajarnya. Tetaplah ibadah sesuai target ramadhan agar lebih dekat dengan Allah, dan tetap belajar keras. Mungkin nilai ujian yang didapat akan kasat mata, sedangkan pahala dari Allah tidak kasat mata, yang menjadikan orang lebih memilih urusan dunia daripada ibadah. So, mulai sadari dari searang ya. Sesungguhnya tidak ada waktu yang tidak bisa dibagi, tergantung bagaimana cara kita menyikapinya. Selamat menunaikan ibadah p(UAS)a yang sudah setengah perjalanan ini.  salam sehat.

Minggu, 28 Juni 2015

Sahabatku Inspirasiku : IKABELA TIFANDI, PENARI YANG ISTIQOMAH

Hai guys, kenalkan temanku yang satu ini. Kali ini aku sangat terinspirasi olehnya. Begini nih sedikit kisah tentangnya. Nama lengkapnya adalah Ikabela Tifandi, biasa disapa Ikbel. Dia sama seperti aku, kuliah di undip (universitas Diponegoro Semarang), dan menempuh prodi S1 teknologi pangan angkatan 2013. Mengapa Ikbel menjadi salah satu teman yang menginspirasi, karena dia memiliki bakat yang tidak semua orang bisa melakukannya. Ya, Ikbel ini adalah temanku yang pandai menari. Konon katanya Ikbel sudah belajar menari sejak duduk di bangku sekolah dasar. Mungkin orang akan berkata wajar saja kalau sampai sekarang tarian Ikbel bagus, karena memang sejak kecil ia latihan menari. Memang benar sih, tapi ada hal spesial yang membuatku memiliki pandangan berbeda tentang Ikbel. Sehingga menjadikan dia salah satu temanku yang menginspirasi. Bukan karena pandai menari, aku bangga punya teman seperti Ikbel. Tapi kalian harus tahu, apa bedanya Ikbel dengan yang lain. Ikbel pandai menari, padahal kita tahu kalau dia kuliah di undip dan bukan jurusan seni tari. Awal masuk kuliah, Ikbel mengikuti perekrutan pentas produksi sendratari yang diselenggarakan UKM Kesenian Jawa Undip, dari situlah dia mulai melanjutkan hobinya menari. Ikbel memang mengaku, kalau di kampus nanti dia akan mengikuti kegiatan yang berkutat dengan tari menari demi melanggengkan hobinya. Pasca pentas produksi, Ikbel melanjutkan untuk bergabung menjadi bagian dari UKM Kesenian Jawa. Nggak tanggung – tanggung, saat sudah resmi bergabung, cewek kelahiran Lamongan 21 Juli 1995 ini dipercaya menjadi ketua bidang tari. Hingga tahun keduanya berproses di KJ, Ikbel tetap memangku jabatan sebagai ketua bidang tari. Mungkin bukan berapa banyak piala atau penghargaan yang Ikbel raih, yang menjadi tolok ukur idola. Jika idola adalah peraih banyak piala dan penghargaan, bagiku itu salah. Hasil bukanlah segala galanya. Ikbel ini adalah sosok wanita yang strong. Dia berbody mungil tapi sangat gesit dan tegas. Dia adalah sosok yang pantang menyerah. Menurutku dia terbaik di kelompok kami, karena sering dijadikan koreo dalam sebuah garapan. As we know, kuliah Ikbel 11 – 12 dengan fakultas teknik yang senantiasa praktikum dan laporan, asistensi dan sebagainya. Itu sangat memakan waktu, untuk mengerjakan laporan. Tapi di tengah – tengah itu, Ikbel tetap bisa meluangkan waktu untuk latihan dan berproses. Selama berstatus mahasiswa, Ikbel banyak mengikuti proses garapan, dimulai dari awal pentas produksi Prasetyaning trah Gangga (KJ Undip 2013), tari Ogak – Ogak (WDD 2014), tari Kesrakat (Peksimida 2014), tari Tenggok (opening PIMNAS 2014), tari Candu (WDD 2015), pentas kolaborasi dengan teater di Semarang, pentas kolaborasi dengan Ngesthi Pandhawa, pentas kethoprak dies natalis undip 2014, serta pentas undangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Lantas apakah seniman hanya unggul dalam mengembangkan otak kanan saja? Tidak. Ikbel ini juga unggul di dalam bidang akademik. Praktikum yang bejibun dan proses latihan tari yang kontinyu, membuatnya semakin gigih. Kadang di sela – sela proses latihan Ikbel membuka laptop untuk menugas atau membawa kertas folio untuk mengerjakan laporan. Begadangnya sangat kuat demi belajar, terutama saat akan menghadapi ujian. Kerja kerasnya terbayar dengan mendapatkan IP cumlaude pada semester 3 lalu. Meski sikapnya terkadang masih kekanak – kanakan, Ikbel ini cukup bijak lho. Kata – kata yang aku ingat darinya, “jangan sampai mood kamu mengganggu orang lain”. Yups, setuju! Merintis Karir Sejak SD Ikbel gemar menari. Dia berinisiatif untuk selalu belajar menari, walau tanpa disuruh orang tuanya. Dimulai dari ikut ekskul tari di sekolah, hingga orang tuanya menyadari bakat Ikbel dan mendaftarkannya ke sanggar tari. Dikala kecil, Ikbel gemar mengikuti lomba menari, selain untuk memperkaya materi tari, mendapatkan uang saku, juga mendapatkan penghargaan jika juara. Dengan meraih juara, itu membuat ia termotivasi untuk meningkatkan kualitasnya. Sebuah Pengabdian
Tak seperti penari kekinian yang komersil dan mencari ketenaran sesaat, Ikbel ini memiliki niat yang mulia. Dengan kualitasnya yang bagus, ia pernah lolos audisi menari di kampus kami, untuk go internasional. Tapi karena ia sudah masuk dalam organisasi, ia mundur dari kesempatan itu, ia lebih memilih memajukan organisasinya dulu ketimbang menuruti egonya. Ikbel cukup bijaksana menjaga nama baik organisasi yang ia ikuti dengan cara baik dalam berproses. Ketahuilah, jarang banget ada orang yang seperti Ikbel. Di luar sana banyak orang dengan kemampuan menari yang mungkin masih di bawah Ikbel, tapi ingin belajar menari karena mengincar partai. Hingga akhirnya tipe – tipe demikian tidak mampu bertahan dalam organisasi. Pegabdiannya nol. Mereka adalah tipe solo karierers yang belum jelas tujuan kedepannya. Ikbel tidak demikian, dia ikhlas dalam berproses karena dalam dirinya mengemban misi. Ia tidak muluk – muluk, ia hanya ingin bisa mempelajari semua tarian, punya sanggar, punya anak didik, bisa menciptakan karya sendiri, serta bisa membawa anak didiknya go international untuk menunjukkan bahwa dia ada. Subhanallah, senangnya punya teman seperti Ikbel. Baik, cantik dan berbakat. Pintar dalam akademik, dan juga easy going. Mungkin aku tidak seberapa menulis tentang Ikbel yang bukan siapa – siapa. Ya, dia memang bukan siapa – siapa, tapi dia adalah sobat yang menginspirasiku. Kita pasti tahu, tidak setiap orang bisa menikmati potensinya seperti Ikbel. Misalnya aku sendiri. Kawan, sekarang ini marilah kita lihat orang hebat sebagai inspirator atau motivator. Bukan berarti kita harus bisa menyamai dia. Kita punya potensi dan jalan masing – masing. Fokuslah pada jalan kita sendiri, tak usah memaksakan diri untuk menyamai orang lain. Tetap semangat, salam sahabat inspiratif ({}).

Rabu, 24 Juni 2015

INDAHYA BERBAGI, INDAHNYA MENYAKSIKAN SENYUMAN

Bulan ramadhan identik dengan berlomba – lomba berbuat kebaikan. Karena telah jelas bahwa amal kebaikan di bulan suci ini akan dilipat gandakan sepuluh kali atau lebih tergantung kualitas amalannya. Dalam bulan yang penuh berkah ini, UKM READY (Rebana Diponegoro University) tidak ingin melewatkannya begitu saja. UKM READY merupakan suatu unit kegiatan mahasiswa yang memiliki visi ingin menggemakan sholawat baik di dalam maupun di luar undip. Pada kesempatan bulan yang penuh pahala ini, READY mengadakan acara buka bersama dan sholawat bersama yang diselenggrakan pada Selasa, 23 Juni 2015 di Yayasan Islam Hamdan, Sendangmulyo Semarang. Apa saja kegiatannya? Cek it out. HIBURAN DAN GAMES BERHADIAH Di kalangan biasa sholawat bukan menjadi suatu perkataan yang diucapkan sehari – hari. Hal ini sangat bertolak belakang dengan lagu – lagu hits, yang setiap hari senantiasa dilantunkan. Namun, dengan adanya iringan musik rebana, sholawat itu akan lebih enak didengar, mudah diingat, serta akan menimbulkan rasa candu untuk senantiasa melantunkannya. Subhanallah kan. Itulah acara pembuka, READY mengawali acara dengan membaca sholawat besama yang diiringi dengan musik rebana. Santri yayasan Hamdan senang dan menikmati sholatat yang dibawakan, dan sebagian besar dari mereka ikut menyanyikannya. Santri di Yayasan Islam Hamdan ini terdiri dari berbagai macam jenjang usia. Ada yang paling kecil sekitar 2 tahun, dan yang paling besar yaitu sekitar umur 17 tahun (SMA). Namun mayoritasnya adalah anak usia TK – SD. Di Yayasan Islam Hamdan, ada anak yang hanya ikut pesantren dan mengaji, dan ada pula anak yatim yang dititipkan disitu. Ini menjadikan kita semua merasa iba, melihat banyaknya anak – anak usia balita – TK yang diasuh di panti ini. Oleh karena itu, READY menyisipkan agenda games berhadiah. Sekitar 25 bungkus hadiah dibagikan kepada santri di yayasan ini. Banyak anak – anak kecil yang mempunyai keberanian, dan sangat antusias mengikuti acara games ini. Mereka memiliki mental yang hebat, tidak peduli bisa menjawab pertanyaan atau tidak, asalkan dibuka kesempatan, mereka mau maju ke depan. Namun ada pula beberapa anak yang pemalu, hingga yang lain sudah rata mendapatkan hadiah, dan tersisa dia sendiri yang belum mendapatkan hadiah tapi tidak berani maju walaupun sudah heboh dibujuk oleh MC. NGABUBURIT DAN BUKA BERSAMA Menjelang maghrib acara dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al – Qur’an, sambutan dari ketua yayasan, dari ketua READY dan ada pula kultum/ tausiyah. Ketika adzan maghrib berkumandang, semua peserta buka bersama membatalkan puasanya dengan segelas sup buah dan makanan takjil yang telah diracik oleh bidang konsumsi. Makan besar belum dimulai, seperti sunnah rasul, buka puasa membatalkan dulu puasa dengan makanan yang ringan. Dillanjutkan dengan sholat maghrib berjamaah baru memulai makan besar. Senyum dan tawa keluar dari kita semua, dan seolah hidup terasa lebih ringan, bebanpun hilang. Melihat anak – anak kecil yang berebut kakak, mencari perhatian, berebut makan walau masih kececeran untuk makan sendiri. Mereka semua bahagia dikunjungi saudara – saudaranya. Kami pun anggota READY turut bahagia, bahkan tak ingin momen ini berakhir. PAMITAN PULANG
Sholat tarawih dilaksanakan di aula Yayasan Hamdan. Setelah itu, saatnya berpamitan. Acara diakhiri dengan pemberian sumbangn untuk yayasan, yang serah terimanya dilakukan oleh ketua panitia, Rizky Dwi Wibowo dan diserahkan kepada kepala yayasan, yaitu Bapak Abu Na’im. Untuk berpamitan, READY menabuh lagi rebana, dan acara ditutup dengan sholawat bersama. Anak – anak yang menikmati sholawat, ingin lagi – lagi dan terus bersholawat dengan alunan rebana. Namun karena keterbatasan waktu, terpaksa READY harus berpamitan. Lucunya, sebagian anak masih tidak mau lepas dari gendongan kakak – kakak READY. Dan dengan sedikt berat, kami harus meninggalkan sekitar 30 anak di yayasan islam hamdan. Itulah salah satu rangkaian kegiatan READY edisi Bulan Ramadhan. Semoga kebaikan – kebaikan bisa langgeng dilaksanakan. Serta sholawat akan terus dilantunkan. READY… GEMA REBANA DIPONEGORO UNIVERSITY JAYA!!!

Jumat, 19 Juni 2015

Curhatan anggota KaJe tentang Pementasan Emka

Siapa anak Undip yang tak kenal Brown Canyon? Brown Canyon merupakan tempat pengerukan tanah di kota Semarang, yang kemudian karena sering dikeruk, terbentuklah tebing yang unik. Sehingga menarik masyarakat untuk mengunjunginya, meski hanya untuk sekadar berfoto. Namun, yang unik tidak selalu bisa menarik. Ada satu hal yang mendongkrak potensi Brown Canyon, yaitu kisah hidup yang didramakan. Pada hari Minggu, 14 Juni 2015 lalu, kelompok seni teater Emka Fakultas Ilmu Budaya mementaskan drama yang mengangkat kisah hidup masyarakat Rowosari yang bersentuhan langsung dengan hiruk pikuk kehidupan di tempat “padasan” alias brown canyon. Seperti apa kisahnya? Singkat ceritanya begini: tokoh sentralnya adalah keluarga Khamid. Khamid adalah seorang yang beberapa bulan ini menjadi pengangguran karena dia tidak punya kesempatan kerja di padasan. Sementara itu, Suli, isterinya senanatiasa menuntut untuk hidup yang mewah dan bergengsi. Akibatnya untuk memenuhi gengsinya tersebut, Suli hutang kesana – kesini. Suatu hari Ningsih si rentenir menagih hutang Suli, saat itu Ningsig bertemu dengan Khamid. Lalu ketika sore hari Suli pulang ke rumah, terjadilah pertengkaran yang penyebabnya tak lain adalah karena masalah ekonomi. Perdebatan mereka berdua terdengar ke telinga tetangga. Akhirnya para tetangga sudah angkat tangan menasihati keluarga Khamid ini. Namun, keesokan harinya ada berita buruk, Khamid ditangkap petugas karena nekat kerja di padasan tanpa izin. Suli pun menyesali keadaan ini. Itu cerita versi saya sebagai penonton. Eits, cerita nggak monoton begini kok. Tentu saja ada tokoh – tokoh pendamping yang membawa cerita semakin hidup. Seperti Pardi si preman, Dul si orang gila, Ginah si penjual jajanan di padasan, Mbah sebagai sesepuh yang menasihati masyarakat setempat, dan Warso si tetangga Khamid yang hidupnya mapan. Semua diperankan dengan sangat menarik, senada dengan iringan musik gamelan yang diilustrasikan oleh UKM Kesenian Jawa. Cerita ini sangat sesuai dengan kondisi di Rowosari. Ada yang hidup tentram, ada yang menjadi preman, ada yang pengangguran, ada yang terlilit hutang. Karena kita tahu, takdir hidup setiap orang tidak sama. Sewaktu – waktu ada yang rodanya di atas, ada pula yang berada di titik terendah. Maka dari itu tidak heran jika judul pentasnya adalah “Wayahan” (re: sewaktu – waktu). Saya angkat jempol untuk pementasan ini. Kalo mau tahu, saat pementasan banyak sekali penontonnya. Kalau misalnya dihitung kira – kira 500 orang lebih, mulai dari balita hingga lansia semuanya antusias untuk menyaksikan pementasan ini. Semoga dalam pementasan ini tidak hanya hiburan saja, tetapi nilai sosial dan moral bisa dipetik masyarakat.

Sabtu, 17 September 2011

MALAM LEBARAN

Sudah dua tahun lamanya aku tidak bertemu dengan bapak. Selama itu pula kami lost kontak. Sesungguhnya aku sangat merindukan bapak. Sangat membutuhkan bapak. Sejak bapak memutuskan untuk pergi ke Tanah Toraja untuk merantau, hatiku sangat hancur.
Astagfirullahalazim, tak terasa air mata ini mengalir tatkala teringat bapak yang berada di jauh sana. Sejak bapak meninggalkan aku sendiri, hatiku menjadi kosong. Mengingat ibu yang sudah berada di alam yang berbeda. Aku harus hidup bersama orang tua angkatku. Perlakuan buruk sering ibu lakukan padaku. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah menjadi catatan takdirku.
Sesungguhnya aku tak tahu mengapa bapak tega menyerahkan aku pada keluarga ini. Jelas – jelas aku sangat menyayangi bapak dan patuh atas semua perintahnya. Terkadang aku berfikir mengapa bapak menitipkanku pada mereka, alasannya adalah karena kami sangat miskin. Mungkin dengan ini aku akan bisa menjadi bahagia. Tapi apa artinya hidup tanpa orang tua?
Sore itu aku ke makam ibu yang berada tidak jauh dari rumah orang tua angkatku. Aku menangis di depan gundukan tanah itu. Dua tahun lamanya aku kehilangan orang tuaku. Mengapa takdir membawaku pada situasi seperti ini, aku tak tahu. Kini aku hanya bisa mengenang kejadian dua tahun yang lalu ketika ibuku masih hidup dan bapak masih berada di sini untuk kami berdua.
Adzan magrib telah berkumandang, waktunya buka puasa. Ketika itu juga nafsu makanku menjadi hilang. Aku tak berdaya untuk membendung air mata. Hidup dalam kesendirian tanpa ada orang yang benar – benar mengasihi kita rasanya seperti jasat yang berjalan saja.
Kata orang – orang aku adalah gadis yang tegar, tapi pada akhirnya air mata ini menetes juga. Hatiku luluh lantak jika teringat orang tuaku. Mungkin semua masalah bisa kutepis dengan mencari celah yang lain. Namun kehilangan orang tua adalah hal yang paling mengerikan di dunia. Ya meski aku tahu, semua adalah milik Allah dan pasti akan kembali padaNya. Terkadang rasa kangen itu ada. Dan saat ini aku sangat merindukan orang tuaku.
Aku meninggalkan rumah orang tua angkatku tanpa pamit. Tak peduli mereka akan mencariku atau tidak. Saat itu mereka tengah sibuk mempersiapkan lebaran esok. Kecuali aku, jika kupandang foto aku bapak dan ibu, apapun bisa tersingkirkan dari benakku.
Malam ini aku ingin sendiri. Merenungkan prasangka – prasangka buruk yang ada di pikiranku. Berharap semoga pikiran buruk akan segera bersih karena esok hari sudah lebaran. Ingin menyucikan diri dengan meminta maaf kepada sesama. Tapi aku tak yakin melakukannya jika bersama – sama orang tua angkatku.
Tentu saja besok mereka akan membawaku ke rumah orang tua mereka di Madura. Makanya sebelum semua terjadi aku memilih untuk melarikan diri ke stasiun. Aku ingin pergi mencari kehidupan baru yang lebih damai. Tinggal bersama orang tua angkatku hanya akan membuat aku pusing dan pusing.
***
Duduk di bangku paling ujung, serasa menunggu sesuatu yang tidak mungkin datang. Ya, sebenarnya aku sedang menunggu bapak. Barangkali bapak datang untuk menemuiku dan membawaku pergi.
Hatiku semakin mantap bahwa malam ini keajaiban akan datang padaku. Aku yakin bapak akan pulang ke Semarang. Kusandarkan kepalaku, mataku menatap jauh ke langit, membayangkan wajah bapak semakin tua dengan guratan di dahinya, kulitnya semakin hitam dan badannya agak bungkuk karena terlalu banyak bekerja. Air mata ini menetes perlahan. “Bapak, aku mohon datanglah! Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu. Apakah Bapak juga merindukanku? Apakah Bapak disana baik-baik saja? Apa Bapak bisa tidur dengan nyenyak? Makan dengan enak, hidup dengan layak?” pertanyaan-pertanyaan itu meluncur begitu saja bagai brondongan peluru di medan perang, menyerbu tanpa ampun. Begitu banyak pertanyaan tentang bapak terkonsep di kepalaku, namun pertanyaan itu tak pernah terlontarkan, apalagi terjawab. Aku sungguh tersiksa dengan keadaan ini.
Gema suara takbir menggema hingga ke relung hati. Aku tergetar. “Ya Allah, izinkanlah aku bertemu lagi dengan bapakku. Aku sangat merindukannya. Kumohon berikanlah keeajaiban padaku malam ini. Pertemukanlah aku dengannya.” Bisikku dalam hati. Air mataku terus mengalir tak mau berhenti. Semua ketegaran yang kutunjukkan pada orang-orang selama ini, sama sekali menghilang. Malam ini, aku hanya tampak sebagai seorang gadis lemah yang cengeng.
Dari ujung sini kuamati semua orang tampak begitu gembira, anak-anak bermain kembang api. Sepertinya hanya diriku yang tampak begitu menyedihkan di malam hari kemenangan ini. Kutundukkan kepalaku karena sedih memikirkan nasibku yang menyedihkan ini. Seorang anak perempuan meghampiriku, memberikan sebuah kembang api padaku dan mengajakku bermain. Aku menolak, tapi ia dengan wajah polosnya yang manis menarik tanganku memaksaku untuk bermain kembang api bersamanya. Well, akhirnya aku menemaninya bermain kembang api. Saat itu aku merasa agak gembira, sepertinya kesedihanku sedikit berkurang. “Namaku Sella, Kakak kenapa sedih sendirian di sini?” tanyanya.
“Oh, hai, Sella! namaku Zahra. Kamu juga kenapa main sendirian disini, padahal kan banyak anak-anak, kenapa tidak main sama mereka aja?” aku balik bertanya.
“Siapa bilang aku sendirian? Aku datang sama Bapak kok. Bapak lagi beli kembang api disana.” Jawabnya.
“Oh ya? Pasti menyenangkan ya, bisa main bareng bapak. Sayang, bapakku tidak bisa bermain denganku malam ini,” Kataku. Jujur, anak itu semakin mengingatkanku pada sosok bapak. Kalau sedang tidak sibuk, ia juga sering mengajakku bermain. Aku jadi ingin menngis lagi, tapi aku berusaha menahannya di depan anak ini.
“Nah, itu bapak datang. Ayo, kak! Aku kenalkan kakak sama bapak, nanti kita main sama-sama, ya!” anak itu sangat bersemangat, kelihatannya dia begitu bahagia, persis seperti masa kecilku dulu saat bermain dengan bapak, aku juga pernah merasakan kebahagiaan seperti itu, dan sekarang aku sangat merindukan masa itu.
Anak itu menghampiri bapaknya dengan riang, sambil menunjuk-nunjuk ke arahku, sepertinya dia sedang membicarakanku di depan bapaknya. Tak lama kemudian mereka menghampiriku. Semakin dekat, hatiku berdebar begitu kencang. Perasaan apa ini? Wajah lelaki itu sangat tidak asing bagiku, yah, kuamati sekali lagi, lebih dekat lagi. Ya Allah, tidak salah lagi, dia adalah bapak.
“Apa kabar, putriku? Mengapa kamu sendirian di sini?” sapanya.