Rabu, 06 Juli 2011

PENYESALAN MELODY

Dag dig dug! Jantung ini berdetak lebih cepat, telinga ini sudah tidak sabar lagi untuk mendengar siapa yang menjadi juara kelas semester ini. Hati ini terus berharap, mungkinkah aku jadi juara kelas? Setelah dua kali berturut – turut berhasil menjadi juara kelas di kelas tujuh. Dan inilah jawabannya....
“peringkat pertama adalah Melody Adelia,”
Prok prok prok.... suara kompak dari suara tangan teman – temanku mampu membuat hatiku melompat. Tak lupa rasa syukur terus terucap dari mulutku.
“Melody, selamat ya! Kamu keren banget.”
“Iya, makasih ya Deka.”
Heran, ucapan itu berasal dari temanku yang mendapat gelar miss don’t care. Deka yang biasanya nggak pedulian kok sempat – sempatnya mengucapkan selamat buat aku. Ah, bagus lah, nggak usah negativ thinking. Mungkin Deka sudah –
“Mel! Ngelamun aja nih, habis dapat rangking satu jadi kesenangan nih, ahaha ....”
“Ah, kamu bisa saja, kamu sudah memotong lamunanku tahu!”
“Oh ya, maaf deh. Kalau begitu, aku duluan ya.”
Deka berhambur pergi. Seorang Deka mengucapkan selamat kepadaku? Masih nggak percaya.
Akhir – akhir ini Deka serig sms aku. Dia ingin jadi teman dekatku. Akupun tidak keberatan danmenerimanya dengan senang hati pastinya.
Hari – hari kulewati dengan sejuta warna. Oh betapa senangnya hatiku mempunyai teman yang sangat mengasyikkan. Tuhan, inikah yang dinamakan persahabatan? Aku baru merasakannya. Sangat indah Tuhan. Semoga Engkau tidak memisahkanku dengan sahabatku Tuhan....
1 pesan baru dari Deka.
“Mel besok ada acara nggak? Gimana kalau kamu ke rumahku? Ortu pergi nih, aku kesepian...mau kan mel ?”
Ohoho ada yang minta ditemani, demi persahabatan deh. Jawab aja iya. Akupun setuju.
“spada... tok tok...!” salam dariku yang imut.
“Mel, ayo masuk!” sambut Deka.
“Makasih, boleh duduk nggak?” tanyaku sambil bercanda.
“Emh, buat Melody boleh deh, eh sebentar ya, aku mau ambil minman dulu.” Deka ke belakang.
“Dek, Deka? Pinjam dongkrak dong...!” suara lembut berteriak dari luar dan sepertinya menuju kemari. Dari balik pintu yang telah terbuka, muncullah sesosok cowok kerean yang sepertinya menuju ke dalam. Ups, tapi mengapa aku jadi tegang begini ya. Dag dig dug jantungku semakin ngebut. Apakah aku sedang mengalami gejala pandangan pertama. Oh my god, it’s so sweet....
“hey! Kok bengong?” sebuah suara menyadarkanku dari lamunanku.
“emh, aku nggak bengong kok. Emh, cari Deka ya? Dia di belakang.”
“yasudah, aku ke belakang dulu. Thank’s ya Mel!”
Ooh menakjubkan, dia tahu namaku. Padahal aku kan nggak kenal dia. Aku jadi jatuh ngefans deh. Eh tapi mungkin sebelum aku ngefans dengan dia, dia sudah ngefans duluan dengan aku. Aduh jadi salting, mendingan ngaca dulu, periksa kerapian, hehe.
“Dek, aku pulang dulu ya, makasih dongkraknya, nanti kalau sudah selesai aku kembalikan.” Kata laki – laki itu.
“Hey, tunggu! Kamu tadi kok tahu namaku? Sepertinya aku pernah melihatmu di... sekolah.” Tanyaku bertele – tele.
“yah, kita kan emang satu sekolah Mel, baru sadar ya. Hahaha.” Jawabnya santai.
Huh, untung saja tadi aku tidak terlihat salting.
“Mel, minum.”
Rasa malu sih memang ada ketika akku bertanya pada Deka. Laki – laki itu bernama Junior, temannya Deka. Junior itu cakep, baik hati, tidak sombong, lucu, imut dan pokoknya yang bagus – bagus.
Keesokan harinya aku sudah berhasil melewati masa perkenalan. Sejak itu aku dan Junior jadi lebih akrab. Kami sering main bersama, saling cerita dan masih banyak lagi. Tak lupa aku juga pernah melihat pertandingan bola tim Junior. Tapi bukan berarti aku melupakan Deka begitu saja. Aku malah jadi semakin rekat dengan Deka.
Hampir satu bulan aku masuk sekolah, hari – hari kuhabiskan bersama Deka dan Junior. Bahkan aku sering melalaikan jadwal mengajiku, juga lupa dengan kewajiban sebagai siswa, belajar.ah tapi ini kan masih satu bulan, masih santai.
Telah lama rasa ini kupendam, tak ada yang menyadari kecuali diriku sendiri. Dka pun tahu setelah aku memberitahunya. Tapi, mengapa ketika aku benar – benar menyukai Junior malah dia semakin berusaha pergi menjauh dari kehidupanku. Oh Junior, memang rasa ini sungguh tidak wajar, namun aku ingin tetap beramamu. Mengapa semakin ku kejar, kau semakin jauh.
Kini meskipun engkau jauh, bagiku kau masih tetap terasa dekat. Karena bayang – nayangmu tak mau pergi. Dan aku juga masih punya Deka. Junior begtu tega melupkan aku. Aku sedih Junior, ketahuilah....
Gara – gara masalah sepele ini semangat belajarku jadi menurun. Kegiatanku hanyalah bermain handphone. Berharap masih ada satu dua teman yang peduli denganku. Teman – teman bosan denganku karena sekarang aku nggak bisa memberikan contekan ketika ulangan dan apabila memberikan jawabanpun kadang – kadang benar dan seringkali salah.
Oh cukup sudah aku menderita karena Junior. Mengapa dulu aku suka dengannya kalau sekarang ini dia menegaskan padaku bahwa dia tak sedikitpun hasratnya padaku. Aku sungguh capek dibuatnya menderita. Mengapa dulu demi bertemu Junior aku sering membohongi Bunda dan mengaku mengerjakan tugas. Mengapa demi Junior aku meninggalkan tugas – tugas sekolah. Mengapa demi Junior aku rela membolos ekstrakurikuler.
Ujian kenaikan kelas telah berakhir. Bagiku berakhir dengan kesedihan. Sebab tak ada separuh soal ipa yang bisa bisa kusekesaikan. Otakku menjadi padat sketika. Aku hanya bergantung kepada kancing baju dan berdoa supaya aku beruntung. Tapi inilah hasilnya. Rapor Melody dengan nilai – nilai yang turun drastis hingga mendapat peringkat yang jauh dari angan – angan. Hanya ada kata menyesal dibenakku saat ini.
Namun semua telah terjadi. Aku telah mengecewakan orang tuaku yang tak bersalah ini. Aku tak bisa mempertahankan bintang di langit hingga pagi menjemput dan ilang ditelan siang. Mengapa aku hnaya bisa memberi setangkai bunga yang layu kepada orang tuaku.
Seribu kata maaf sungguh tiada berarti. Tapi apa lagi kata yang pantas diucapkan kepada Ayah dan Bunda selain kata maaf?
“Ayah, Bunda, maafkan aku.” Aku tak kuasa menahan tangis dan segera berdiri memeluk Bunda.
“Iya Bunda mengerti. Jangan diulngi lagi ya!” jawab mereka dengan nada menyimpan rasa yang sangat tidak ada sedikitpun aroma kebahagiaan.
Aku tahu Ayah dan Bunda menyimpan rasa kecewa yang cukup dalam. Dan semoga mereak tahu, kalau mereka kecewa sesungguhnya aku lebih kecewa. Bersyukur aku bisa naik kelas. Kini aku hanya bisa menangis dan menangis. Hingga waktu yang mampu menghapus air mataku.
Dalam kesedihan ini aku berdoa semoga aku tidak akan lagi menemukan laki – laki yang seperti Junior. Mulai sekarang tidak ada lagi Junior dalam kamusku. Tidak ada lagi kata bohong. Tidak ada lagikata menyesal.
“sayang, ayo makan dulu. Kalau kamu tangisi terus tak ada gunanya. Nanti kamu bisa sakit.” Bunda membujukku.
“Siap! Aku nggak akan pergi ke dunia malas dan tangis lagi.” Jawabku sambil menghapus air mata dan beranjak dari tempat tidurku.
“huh, dasar cengeng! Pemalas! Rapornya jelek!” ejek kakak.
“aak, kakak nggak usah terlalu memuji! Aku kan jadi malu.” Jawabku dengan kata ang seratus persen bohong.
Makan siang berlangsung dengan khidmat seperti upacara bendera saja. Nah inilah kebahagiaan yang sesungguhnya. Dimana oang – orang tua memberikan cinta yang begitu besar kepaa anaknya.
1 pesan baru dari Lefi.
“Mel, hari selasa Junior tanding. Datang ya!”
Dengan jawaban yang tak sedikitpun berbau dendam, aku nggak mau datang. Sebenarnya Lefi sempat memaksaku. Tapi aku benar – benar nggak ingin bertemu dengan Junior. Meskipun Lefi sahabatnya Junior, aku nggak merasa takut bercerita padanya tentang Junior.
“Mel, tapi kamu apa nggak mau nonton pertandinganku juga?” lefi merayu.
“Ya, aku akan dukung dari sini. Haha ....”
Selamat tinggal Junior. Aku nggak akan kejar – kejar kamu lagi. Pergilah ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar